JAKARTA, KOMPAS.com – Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean menyebut, berbagai sentimen baik eksternal dan internal bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika suku bunga acuan AS Fed Fund Rate (FFR) bisa naik dua hingga tiga kali dan posisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) belum membaik secara signifikan, maka Bank Indonesia (BI) diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR) ke kisaran 6,50-6,75 persen. “Kenaikan suku bunga acuan tersebut akan menyebabkan berkurangnya likuiditas di sistem keuangan domestik, naiknya long-term rates, sehingga volatilitas pasar finansial tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini,” jelas Adrian di Grha CIMB Niaga Jakarta, Rabu (28/11/2018). Dia mengatakan bahwa naiknya long term rates berpotensi mengurangi aktivitas pembiayaan termasuk pembiyaan lewat pasar modal. Baca juga: Era Suku Bunga Tinggi, Berapa Porsi Ideal Pendapatan Non Bunga Perbankan? “Bila suku bunga acuan BI terus bergerak naik ke arah 6,50-6,75 persen, saya memperkirakan rerata yield obligasi tenor 10 tahun berada pada kisaran 8,5 persen di 2019 atau naik 100 bps dari rerata tahun 2018,” papar Adrian. Oleh karenanya, dia menyampaikan bahwa pemerintah harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk lebih memperbaiki posisi CAD. Ini dilakukan antara lain dengan melakukan rescheduling temporer terhadap sejumlah proyek-proyek infrastruktur. “Hal ini untuk menjaga CAD yang telah sangat lebar karena tekanan impor diharapkan akan mulai berkurang di tahun 2019,” tandas Adrian.
Sumber: Kompas.com