Fajaronline .co.id—-jakarta Kritik ini dilontarkan Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Faisal Basri. Menurut dia, penurunan Pertamax CS tidak seimbang dengan penurunan minyak dunia.
“Saya lihat kenapa teman-teman media enggak ada yang mempertanyakan kok turunnya Rp300 perak. Padahal harga minyak (dunia) turunnya 50 persen,” kata dia, di Jakarta, Senin (14/1).
Faisal juga membandingkan negara Malaysia. Di negeri jiran itu harga BBM jenis Ron 95 dijual lebih murah ketimbang di Indonesia.
“Di Malaysia Pertamax Ron 95 dijual Rp6.600 per liter. Sedangkan di sini (Indonesia) Rp10.000 per liter,” ujarnya.
Menanggapi pertanyaan kenapa pemerintah hanya menurunkan Pertamax CS relatif rendah. Manager External Communication Pertamina, Arya Dwi Paramita, sebelumnya mengungkapkan bahwa penuruna BBM non subsidi tersebut ada dua faktor yakni harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Jadi tergantung. Kalau memang misalnya penyesuaiaian harga crude lagi, nanti kita evaluasi lagi,” ujar dia.
Akhirnya, kata dia, Pertamina memutuskan penurunan harga pada 5 Januari 2019 karena melihat harga minyak minyak mentah stabil.
“(Ini) Setelah melalui kajian yang menunjukkan harga clude cenderung stabil hingga akhir Desember 2018,” jelas dia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov, menjelaskan dari kaca mata ekonomi bahwa penurunan Pertamax Cs yang hanya berkisar Rp100 hingga Rp250 per liter karena ingin memberikan kompensasi kepada Pertamina.
“Karena sudah menanggung beban kenaikan Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP). Sekaligus untuk menyelamatkan keuangan Pertamina yang tertekan karena kebijakan pemerintah menahan harga Premium tahun lalu,” papar dia, kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Selasa (15/1).
Abra menambahkan, selain itu kinerja keuangan pertamina tertekan karena kenaikan ICP dan pelemahan rupiah.
“Buktinya laba Pertamina cuma Rp5 triliun per semester I -2018, anjlok 73% dibandingkan periode yg sama tahun 2017 atau Rp18,7 triliun,” ujarnya.
Sementara Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengingatkan kepada pemerintah agar berhati-hati menurunkan harga BBM. Karena, harga minyak dunia masih fluktuatif.
“Penurunan BBM justru harus hati-hati. Salah-salah nanti kalau harga minyak mentah naik, susah naikan harga BBM. Karena biasanya jadi politis,” kata dia, kepada FIN, kemarin.
Berkaca pada pengalaman masa lalu, kata dia, Pertamina pada 2018 merugi sampai 81 persen. Menurut dia jika sampai terulang di tahun 2018 bisa collapse.
“Kalaupun BBM non subsidinya sekarang untungnya besar, selisih untungnya itu bisa ditabung. Jadi nanti harga minyak mentah dua naik. Pertamina tak perlu naik. klir kan?,” pungkas dia.
Pertamina pada Sabtu (5/1) menurunkan BBM seperti Pertalite, Pertamax Tubro, Dex, dan Dexlite. Penurunan berkisar Rp100 hingga Rp250 per liter.
Berdasarkan data perdagangan Reuters, harga miyak dunia terus mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Saat ini minyak West Texas Intermediate (WTI) berada di kisaran 46 dolar AS per barel.(din/fin)