Mengenal Inflasi, Stagflasi dan Hiperinflasi

CNN Indonesia — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan inflasi menjadi momok semua negara karena barang dan jasa makin mahal.
“Sekarang ini semua negara sedang berkonsentrasi memusatkan dirinya pada inflasi. Ini menjadi momok seluruh negara sekarang ini, takut semua inflasi,” ujarnya dalam UOB Economic Outlook, Kamis (29/9) lalu.

Indonesia juga tak terhindarkan dari lonjakan inflasi yang tercatat ke 5,95 persen (yoy) pada September 2022 atau tertinggi sejak Oktober 2015 yang saat itu tercatat 6,25 persen (yoy).
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo bahkan khawatir lonjakan inflasi ini bisa mengarah hiperinflasi.

Bambang pernah meramal hiperinflasi akan terjadi di Indonesia ditandai dengan inflasi yang tembus di kisaran 10 persen-12 persen pada tahun ini.

Namun, Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Indonesia masih sangat jauh dari kata hiperinflasi.

Bhima melihat justru Indonesia diancam oleh stagflasi di depan mata. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi secara riil yang lebih rendah dari inflasi tahunan.

“Saya justru melihat ancaman ke Indonesia bukan inflasi atau hiperinflasi, tapi sudah mengarah pada stagflasi,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/10).

Lantas, apa sebenarnya pengertian inflasi, hiperinflasi, dan stagflasi? Mana yang akan terjadi lebih dahulu? Simak penjelasan berikut ini.

Inflasi
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Inflasi dibagi menjadi tiga komponen yakni inflasi harga yang diatur pemerintah, inflasi harga bergejolak, dan inflasi inti.

Inflasi harga yang diatur pemerintah seperti kenaikan harga BBM, tarif angkutan udara, tarif listrik dan sebagainya yang kebijakannya diatur oleh negara.

Inflasi harga bergejolak adalah inflasi karena gejolak harga barang dan jasa. Berdasarkan data BPS 2002, inflasi harga bergejolak masih didominasi bahan makanan. Seperti kenaikan harga beras, telur, minyak goreng, dan bawang merah.

Inflasi inti adalah indikator untuk melihat seberapa besar dan lemah daya beli masyarakat di Indonesia. Jika inflasi inti naik, artinya ada peningkatan permintaan dan sebaliknya.

Hiperinflasi
Hiperinflasi adalah kondisi dimana terjadi lonjakan inflasi yang berlebihan atau di atas 50-100 persen dari inflasi normal. Misalnya Indonesia, bisa dikatakan hiperinflasi jika tembus 10 persen.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan negara yang saat ini mengalami hiperinflasi adalah Turki. Pada September inflasi Turki tembus 83,45 persen. Lonjakan ini setidaknya terjadi dari Oktober 2021 yang hanya 19,89 persen.

“Hiperinflasi adalah kondisi inflasi yang sangat tinggi hingga puluhan persen seperti yang terjadi sekarang di Turki,” kata Piter.

Stagflasi
Stagflasi adalah kondisi inflasi dan kontraksi terjadi secara bersamaan. Inflasi melonjak, sedangkan pertumbuhan ekonomi menurun dan angka pengangguran meningkat.

Biasanya, stagflasi terjadi saat resesi ekonomi terjadi di suatu negara. Saat ini negara yang dikatakan mengalami stagflasi adalah Amerika Serikat (AS).

Menurut Bhima, stagflasi jauh lebih berbahaya dan mengancam dibandingkan inflasi dan hiperinflasi.

“Stagflasi naiknya harga barang tidak dibarengi kenaikan sisi permintaan. Kalau hiperinflasi, kondisi inflasi di atas 50 persen dan permintaan tetap tinggi. Jadi, stagflasi lebih berisiko karena ditunjukkan oleh ketidaksinkronan antara output produksi dengan inflasi,” jelasnya.

Sementara untuk urutan terjadinya ketiga kondisi ini, Bhima mengatakan akan dimulai dari inflasi, lalu meningkat menjadi stagflasi jika berlangsung lama.

Terakhir adalah hiperinflasi. “Setelah inflasi masuk ke stagflasi dulu. Lalu ke hiperinflasi. Seperti Turki sudah lama alami stagflasi, kemudian hiperinflasi belakangan,” tegasnya.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *