CNN Indonesia — Harga sejumlah bahan pokok di sejumlah pasar di Jakarta naik tajam pada awal pekan ini. Salah satu kenaikan tercatat di Pasar Tebet Barat.
Untuk daging sapi misalnya, harga naik sekitar Rp10 ribu menjadi Rp150 ribu-Rp160 ribu per kg.
Pedagang daging sapi di Pasar Tebet Barat Fauzan mengatakan harga daging naik turun sejak lebaran Idulfitri tahun ini. Menurutnya, sejak bulan puasa kenaikan daging mencapai Rp20 ribu. Setelah itu, harga sempat turun.
Namun, awal Desember harga ini kembali naik.
“Itu naik, biasanya Rp140-150 ribu, naik Rp10 ribuan. Dari bulan puasa (naik) Rp20 ribu, turun lagi, naik lagi. Abis gitu nggak turun-turun lagi. Sebelum puasaan Rp130-140 ribu. Habis gitu naik Rp20 ribu, turun Rp10 ribu, ini naik lagi. Sekarang masih segini-segini aja,” ujar Fauzan kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/12).
Hal ini diakui pula oleh pedagang daging sapi di Pasar Warung Buncit Deni. Meski tak mengalami kenaikan yang drastis, Deni ikut merasakan lonjakan harga jelang akhir tahun dengan kisaran Rp5.000. Daging yang Deni jual adalah daging frozen, artinya ia tak mengambil langsung sapi pada para peternak.
Menurut Deni, kenaikan daging frozen tak sekaligus terjadi namun perlahan-lahan.
“Ini lagi naik. Sekitar Rp5.000-an. Dari awal Desember kayak gini, naiknya seribu, seribu, seribu, nggak langsung Rp5.000. Ini lokal, tapi ambilnya daging frozen,” paparnya.
Hal serupa terjadi pada harga cabai. Baik di Pasar Tebet Barat maupun Warung Buncit, harga cabai berkisar di angka Rp60 ribu.
Yatmi, pedagang sayur di Tebet Barat, mengungkapkan modal yang ia butuhkan untuk membeli cabai rawit merah berkisar Rp55 ribu per kg. Padahal, biasanya modal ia keluarkan hanya berkisar Rp40 ribu.
“Naiknya Rp15 ribu, jualnya (berapa) ya siapapun yang berani beli aja lah. Mau Rp70 ribu atau berapa,” kata Yatmi.
Pasalnya, ia juga kerap menemukan cabai busuk saat mengambil dari pengepul. Sementara, cabai yang ia jual hanya cabai bersih.
Tak hanya cabai rawit merah, Yatmi mengatakan cabai rawit hijau juga sangat mahal. Saat ini modal yang ia keluarkan untuk rawit hijau sudah mencapai Rp60 ribu rupiah.
“Ini aja sekarang naik, cabai keriting merah modalnya Rp40 ribu, jualnya Rp50 ribu-Rp60 ribu, siapa saja yang mau ambil, di harga berapa saja,” ungkapnya.
Kenaikan ini juga dirasakan pada harga telur ayam negeri. Pedagang telur di Pasar Warung Buncit Risma mengungkapkan harga yang ia jual saat ini mencapai Rp31 ribu. Kenaikan ini berkisar Rp3.000 atau sebelumnya mencapai Rp28 ribu. Kenaikan ini pun dimulai sejak seminggu lalu.
“Stoknya masih aman lancar tapi harganya naik. Mungkin karena ayamnya lagi susah bertelur. Tapi kalo akhir tahun memang biasanya naik,” ujar Risma di kiosnya.
Sementara itu, meski kenaikan juga dirasakan oleh pedagang telur di Pasar Tebet Barat Sudin, namun rentang harga jual yang ia berikan berbeda. Sudin menjual harga telur per kilo sekitar Rp33 ribu-34 ribu.
Saat ini, modal yang ia keluarkan adalah Rp450 ribu per peti untuk 15 kilo telur.
“Tapi nggak tahu gara-gara apa harganya naik. Dari sebulan yang lalu sudah naik turun. Ini kisaran paling tinggi. Biasanya Rp300 ribu per peti,” kata Sudin.
Beralih ke harga daging ayam ikut meroket sekitar Rp5.000-8.000 per ekor. Hal ini diungkapkan oleh pedagang daging ayam Nugiyem.
Menurutnya, kenaikan ini terjadi pada daging ayam negeri maupun ayam kampung. Kisaran harga untuk ayam negeri berada di Rp45 ribu-48 ribu dan ayam kampung sekitar Rp35ribu-38 ribu.
“Kalau ayam negeri dari Rp40 ribu-Rp43 ribu ke Rp45 ribu-Rp48 ribu. Akhir tahun biasanya (naik) juga, kalau (harga) telur naik, ayam ikut naik,” ucap Nugiyem.
Sedangkan jika harga daging ayam per kilo di Pasar Warung Buncit berkisar Rp30 ribu-Rp34 ribu. Pedagang ayam Nina mengungkapkan kenaikan yang ini ia rasakan secara bertahap.
“Ada kenaikan, tiap hari naik. Sebelumnya kenaikan Rp2.000 terus. Mulai minggu ini naiknya, jalan seminggu,” ujar Nina.
Meski tak mengetahui persis alasan kenaikan harga ayam, namun pola ini selalu terjadi jelang akhir tahun. Bahkan, menurutnya, kenaikan harga BBM tak memengaruhi harga ayam. Hanya momen tertentu seperti Idulfitri dan libur Nataru yang membuat harga ayam naik.
“Nggak sih, biasa kalau tahun baru itu sana (peternak) naik, kita ikut naik. Kayak lebaran. Pas kenaikan BBM aja malah gak naik, ini pas tahun baru, jadi tergantung momennya. Peternak nggak mau nurunin juga,” tegasnya.
Sementara, untuk komoditas tahu dan tempe, diakui pedagang tidak ada perubahan harga sama sekali. Baik di Pasar Warung Buncit maupun Tebet Barat, harga tempe berkisar di Rp5.000-Rp11 ribu tergantung ukuran. Untuk harga tahu pun berkisar di Rp5.000-Rp7.000.
Menurut para penjual tempe, Ali dan Arita, pasokan tahu sudah kembali lagi usai para produsen tahu sempat mogok selama dua hari.
“Nggak ada kenaikan harga, ukurannya juga biasa. Kemarin itu pada mogok tapi tahu doang, tempe enggak. Tahu dari kemarin udah ada lagi, paling dua hari doang mogoknya. Tempat nggak ada mogoknya,” papar Ali.
Terakhir, untuk harga beras juga sudah mengalami kenaikan dua bulan terakhir. Rata-rata kenaikan ini berkisar Rp1.000 hingga Rp2.000.
Kenaikan ini pun diakui oleh pedagang beras Rita, terjadi secara bertahap.
“Naiknya bertingkat dia, (naik) Rp500 (terus) lama (nggak naik), (naik) Rp500 lagi. Mulai naik sudah lama, sebelum BBM naik, dia juga udah naik. Naiknya pelan-pelan,” jelasnya.
Kenaikan ini juga terjadi pada beras kualitas medium, walaupun tak terlalu besar. Saat ini beras medium ukuran lima kilo diberi harga Rp58 ribu.
Meski demikian, Rita mengaku enggan menaikkan secara signifikan kepada para pembelinya. Ia khawatir para pembeli akan merasa kaget dengan kenaikan yang tiba-tiba.
“Naiknya ya dari kitanya aja, kalo naikin langsung (nanti pembeli) kaget. Jadi kita yang pelan-pelan lah. Nggak tahu besok mau belanja, naik lagi nggak nih,” ucap Rita.