CNN Indonesia — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji potensi aturan pinjaman online (pinjol) atau financial technology (fintech) masuk dalam undang-undang (uu) yang mengatur sektor jasa keuangan. Pembahasan ini dilakukan bersama pemerintah.
Advisor Grup Inovasi Digital Keuangan OJK Maskum mengatakan belum ada aturan yang jelas untuk pinjol legal dan ilegal. Dengan demikian, pembahasan itu dilakukan agar pinjol yang melanggar aturan dapat diberikan sanksi tegas.
“Sekarang ini sedang ada pembahasan agar fintech menjadi bagian dari suatu uu, karena terus terang hingga saat ini belum ada uu yang mengatur fintech, sehingga fintech yang tidak berizin juga belum diatur sanksi secara uu,” ungkap Maskum dalam media briefing Indonesia Fintech Summit 2021, Senin (8/11).
Urgensi untuk membuat uu terkait pinjol sebelumnya pernah diungkapkan oleh Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing.
“Kita butuh uu terkait fintech,” ungkap Tongam saat menjadi narasumber #chatroom di Instagram CNNIndonesia.com, Jumat (17/9) lalu.
Menurut dia, salah satu pasal dalam uu tersebut harus berisi bahwa pinjol ilegal dapat diberikan sanksi pidana tanpa aduan secara formil.
Masalah yang kerap terjadi selama ini, pinjol ilegal tak bisa diberikan sanksi pidana secara formil lantaran tak ada uu terkait fintech. Dengan begitu, pinjol ilegal hanya dapat diberikan sanksi pidana secara materiil atau berdasarkan pengaduan masyarakat.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy sepakat dengan Tongam. UU terkait pinjol harus segera diterbitkan.
Masalahnya, pinjol semakin merajalela. Hal itu baik pinjol legal maupun ilegal.
Korban dari pinjol ilegal juga semakin banyak. Bahkan, beberapa korban nekat bunuh diri karena terlilit bunga dan tumpukan utang di puluhan pinjol ilegal.
Kalau tak ada regulasi yang mengikat, maka dampaknya akan semakin negatif bagi masyarakat. Terlebih, data Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat total omzet atau perputaran dana dalam bisnis pinjol lebih dari Rp260 triliun.
Sementara, layanan pinjol baru diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK itu tak kuat untuk menangani industri pinjol yang sudah berkembang pesat.
“Kalau bicara urgensi dengan melihat perkembangan pinjol ilegal dan pinjol secara umum memang harus ada aturan regulasi yang lebih kuat untuk mengikat pinjol itu sendiri,” ungkap Yusuf kepada CNNIndonesia.com.
Ia mengatakan pemerintah atau pihak manapun tak bisa memproses pinjol ilegal secara hukum tanpa ada aduan masyarakat dan bukti kerugian atas pinjol tersebut.
“Nah kalau ada uu diharapkan perkembangan pinjol dapat diiringi aturan regulasi yang lebih mendukung untuk menghindari pinjol ilegal,” kata Yusuf.
Dengan aturan yang berbentuk uu, dasar hukum bagi pinjol akan lebih tinggi dibandingkan POJK. Menurut Yusuf, banyak celah dalam POJK yang akhirnya membuat pinjol ilegal berkembang biak seperti sekarang.
“POJK itu terbatas, misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika sulit misalnya mau mempidanakan, karena tidak ada yang mengatur,” terang Yusuf.
Ruang gerak pemerintah atau Satgas Waspada Investasi jadi terbatas untuk memberantas pinjol ilegal jika tak ada aduan dari masyarakat.
Sementara, masyarakat terkadang malu untuk melapor ke pihak berwajib kalau sudah menjadi korban pinjol ilegal. Alhasil, total aduan masyarakat terkait pinjol ilegal lebih sedikit dari yang seharusnya.
“Karena masyarakat tidak aktif, kalau masyarakat aktif melaporkan pinjol ilegal, laporan di kepolisian akan lebih banyak,” ujar Yusuf.
Jadi, mau tak mau harus ada aturan yang lebih kuat untuk kegiatan bisnis pinjol di dalam negeri. Namun, bukan berarti uu menyelesaikan masalah pinjol ilegal di dalam negeri.
Yusuf mengingatkan, setelah uu, pemerintah bersama OJK masih ada pekerjaan rumah untuk mensosialisasikan lebih banyak soal produk keuangan.
“Benteng pertama itu dari masyarakat. Harus sadar dan tahu bahwa ada risiko yang kemudian muncul dari berbagai produk jasa keuangan,” jelas Yusuf.
Gerak Cepat
Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan aturan terkait pinjol tak perlu dibuat uu sendiri. Aturan pinjol bisa masuk dalam salah satu uu jasa keuangan.
“Fintech tidak perlu diatur dalam uu sendiri, bisa masuk ke uu sektor jasa keuangan atau bisa masuk ke uu ekonomi digital jika ada. Jadi uu itu mengatur ke hal yang bersifat sangat luas, kalau aturannya spesifik bisa diatur dengan peraturan di bawahnya karena lebih dinamis,” papar Nailul.
Bahkan, sambung Nailul, aturan pinjol bisa masuk dalam rancangan undang-undang (RUU) perlindungan data pribadi (PDP) yang masih dibahas sampai saat ini. Dalam RUU PDP, ada pembahasan mengenai perlindungan data pribadi.
“Bisa menjerat pinjol ilegal yang main ‘terabas’ aturan data pribadi. Bisa disanksi pidana di sana,” ucap Nailul.
Sayang, pemerintah terlalu lama membahas RUU PDP. Padahal, beleid itu bisa dijadikan alat memberantas pinjol ilegal.
“Kelemahan saat ini tidak ada uu perlindungan data pribadi itu. Itu masalah kekosongan regulasi yang menyebabkan pinjol ilegal masih ada, penipuan online, SMS yang meresahkan, jual beli data, dan sebagainya” kata Nailul.
Jadi, solusi untuk memberantas pinjol ilegal sebenarnya sudah di depan mata. Tak perlu repot-repot lagi membuat uu baru.
“Tidak perlu buat uu fintech, cukup disahkan saja RUU PDP ini,” tegas Nailul.
Hanya saja, ia pesimistis RUU PDP akan segerah disahkan. Sebab, tak ada potensi cuan untuk pemerintah atau legislator dalam aturan PDP.
“Pasti pemerintah akan lambat mengurus hal seperti ini, karena tidak mendatangkan cuan bagi legislator dan pemerintah,” katanya.
Meski begitu, pemerintah dan legislator seharusnya sadar bahwa masalah pinjol harus segera diselesaikan. Apakah itu dengan uu pinjol baru, menempatkan pasal baru dalam uu yang mengatur sektor jasa keuangan, atau lewat RUU PDP.
Apapun itu, pemerintah sebaiknya bergerak cepat karena korban pinjol ilegal terus meningkat setiap bulan.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menutup 4.874 akun pinjol. Hal ini dilakukan sejak 2018 hingga 15 Oktober 2021.
Sementara, OJK mencatat total pinjol legal sebanyak 104 penyelenggara per 25 Oktober 2021. Jumlahnya berkurang 2 dari 106 penyelenggara per 6 Oktober 2021.
Untuk memeriksa pinjol yang legal, masyarakat dapat mengakses situs resmi OJK. Selain itu bisa bertanya langsung dengan mengontak OJK 157.
Cara lain melalui nomor telepon 157 atau layanan Whatsapp 081-157-157-157. Pemeriksaan tidak hanya pada legalitas pinjol, namun juga produk yang ditawarkan.
Baca artikel CNN Indonesia “Pemerintah Harus Gerak Cepat Atur Pidana Pinjol Ilegal” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211109061652-78-718401/pemerintah-harus-gerak-cepat-atur-pidana-pinjol-ilegal/2.
Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/