Jakarta, CNN Indonesia — Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) yakin penggunaan kantong plastik tak akan melorot karena kebijakan plastik berbayar yang dilakukan oleh para peritel modern. Mereka yakin penggunaan kantong plastik tahun ini masih akan berkisar 300 ribu ton atau sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Keyakinan tersebut didasarkan pada harga plastik berbayar yang diterapkan peritel. Sekjen Inaplas Fajar Budiono mengatakan harga minimal kantong plastik yang diterapkan oleh Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) sebesar Rp200 per helai masih terjangkau oleh masyarakat yang terbiasa berbelanja di ritel modern.
Dengan harga tersebut, ia yakin sebagian besar konsumen masih tetap memanfaatkan kantong plastik untuk membungkus belanjaannya di toko ritel.
“Daya beli masyarakat masih ada, harga Rp200 per kantong plastik ya tidak masalah,” ujar Fajar kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/3).
Keyakinan lain juga didasarkan pada penerapan kebijakan plastik berbayar pada 2016 lalu. Fajar mengatakan saat kebijakan plastik berbayar pernah diberlakukan 2016 lalu, tingkat penggunaan plastik tidak berkurang. Jumlah penggunaan plastik masih sekitar 300 ribu ton pada tahun tersebut.
“Makanya sebenarnya ini tujuan plastik berbayar apa sih sebenarnya, kalau untuk mengurangi sampah plastik ya ini tidak berhasil,” ucap Fajar.
Fajar mengatakan persoalan sampah plastik tak melulu terjadi karena plastik belanja gratis. Sampah plastik terjadi dan akan mendarah daging jika warganya tak pernah sadar untuk membuang sampah di tempat yang sudah disediakan. Fajar menilai pencemaran sampah plastik terjadi karena kebiasaan masyarakat yang membuang sampah sembarang.
Kebiasaan tersebut mengakibatkan sungai dan laut ikut tercemar. Fajar mengatakan jika sampah plastik dibuang pada tempat yang disediakan, mereka bisa diolah menjadi barang yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga.
[Gambas:Video CNN]
“Plastik ini bisa untuk packaging juga, bahan tekstil lalu otomotif, kayu, toples, dan ember,” jelas Fajar.
Fajar menilai keputusan Aprindo terkait plastik berbayar bukan murni untuk mengatasi sampah plastik. Kebijakan dilakukan hanya untuk mencari keuntungan semata.
Apalagi, penerapan kebijakan plastik berbayar tidak mempunyai landasan hukum jelas. “Pada 2016 dulu yang kebijakan plastik berbayar berhenti karena tidak ada payung hukum, pertanggung jawaban seperti apa, sekarang juga bagaimana. Jadi ya fokus mereka (peritel) ini benar-benar jualan,” papar Fajar.
Sebelumnya, manajemen PT Midi Utama Indonesia Tbk sekaligus PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk sebagai perusahan yang menaungi Alfamidi dan Alfamart menampik anggapan yang menyebut kebijakan plastik berbayar adalah alternatif pelaku usaha ritel menambah pundi-pundi perusahaan.
Direktur Midi Utama Indonesia dan Sumber Alfaria Trijaya Solihin menyatakan kebijakan murni dilakukan untuk mengatasi masalah sampah. Pada 2016 lalu, ketika kebijakan plastik berbayar diterapkan, penggunaan kantong plastik turun sampai 50 persen.
Penurunan tersebut katanya, kebijakan tersebut efektif. Penerapan kebijakan plastik berbayar membuat masyarakat enggan merogoh kocek lebih banyak untuk menggunakan kantong plastik.
“Artinya, (kebijakan kantong plastik berbayar) ada kontribusi pengurangan, bagus tidak? Bagus kan. Makanya, sekarang juga harus dibarengi dengan kesadaran masyarakatnya, begitu,” ucap Solihin.
Ketua Aprindo Roy Mandey menuturkan toko ritel mulai mengimplementasikan kantong plastik berbayar pada 1 Maret 2019. Kebijakan itu dilakukan karena pengusaha ritel berniat ikut andil dalam mengurangi sampah kantong plastik mulai tahun ini.
“Dengan kebijakan ini, konsumen kami sarankan menggunakan tas belanja pakai ulang yang disediakan di tiap gerai ritel,” pungkas Roy.
Catatan: PT. Jamkrida Sulsel melayani Penerbitan Sertifikat Penjaminan kredit, Surety Bond ( Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, Jaminan uang muka, Jaminan Pemeliharaan) dan Kontra Bank Garansi di Sulawesi Selatan.