Jakarta, CNN Indonesia — Nilai tukar atau kurs rupiah diproyeksi masih akan betah di kisaran Rp13.700-13.800 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan depan. Sentimen positif bagi penguatan rupiah diperkirakan masih minim.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, tidak ada sentimen positif bagi penguatan rupiah pada pekan depan. Sementara intervensi untuk menstabilkan rupiah dari Bank Indonesia (BI), tak akan banyak memberi perubahan hingga pekan depan.
“BI diprediksi akan terus lakukan operasi moneter untuk stabilisasi rupiah. Tapi sentimen positifnya masih kalah dibandingkan (pengaruh kebijakan bank sentral AS) The Federal Reserve dan kebijakan Presiden Donald Trump,” ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Minggu (11/3).
Bhima bahkan memperkirakan, tekanan terhadap rupiah bisa lebih besar jelang akhir bulan ini. Hal ini lantaran The Fed akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) pada 20-21 Maret 2018.
Bhima meyakini, FOMC kali ini akan diikuti oleh pengumuman kenaikan suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate/FFR). Pasalnya, beberapa indikator ekonomi di Negeri Pam Sam mendukung kebijakan ini segera dirilis oleh The Fed.
Ia mencontohkan, data ketenagakerjaan AS yang mencatat ada peningkatan serapa tenaga kerja sekitar 313 ribu orang pada Februari 2018. “Ini jadi puncak pelemahan rupiah, kelihatannya rupiah bisa mencapai Rp13.900 per dolar AS,” tambahnya.
Senada, Ekonom dari Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih melihat, sekalipun BI terus berada di pasar untuk memberikan intervensi, rupiah tetap akan berada di kisaran Rp13.700-13.800 per dolar AS.
“Selama BI masih di pasar, saya lihat rupiah masih akan bergerak di kisaran itu,” katanya.
Tak Ganggu Bank
Meski pelemahan rupiah diperkirakan masih akan berlanjut, namun Bhima melihat, dampaknya tak akan mengganggu kinerja perbankan dalam negeri. Sebab, likuiditas perbankan Tanah Air masih melimpah.
Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank sebesar 9,4 persen pada akhir tahun lalu. Sedangkan pertumbuhan kredit hanya 8,2 persen pada 2017. Dengan demikian, masih ada kelebihan dana di perbankan.
“Untuk bank kelihatannya likuiditas masih aman. Karena kredit bulan Januari 2018 bahkan cuma tumbuh 7 persen, lebih rendah dari Desember 2017 di angka 8,2 persen,” terangnya.
Senada, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, pelemahan rupiah tak berpengaruh ke bank lantaran sumbangan likuiditas bank masih dominan dari rupiah bukan dolar AS.
“Harusnya tidak terlalu ada gejolak di perbankan, kecuali bank itu terlalu banyak mengelola dolar AS. Ini memang akan membahayakan,” jelas Jahja. (agi)
Catatan: PT. Jamkrida Sulsel melayani Penjaminan kredit, Surety Bond ( Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, Jaminan uang muka, Jaminan Pemeliharaan) dan Kontra Bank Garansi di Sulawesi Selatan.