Dengan demikian, ada standar yang ditetapkan pemerintah bila para pemain fintechingin memfasilitasi para investor mengeluarkan dana yang relatif terjangkau dan berinvestasi pada sebuah produk atau bisnis yang inovatif.Syaratnya, pengusaha fintech harus punya modal Rp2,5 miliar untuk membangun sistem dan transaksi yang aman dan bisa diandalkan. Sementara untuk bisnis rintisan atau UMKM yang ingin menjual sahamnya, kata Luthfi, “asetnya tidak boleh lebih dari Rp10 miliar di luar tanah dan bangunan.”Selain itu, OJK juga membuka peluang bagi koperasi simpan-pinjam untuk menyediakan platform serupa. Namun selain berbadan hukum, koperasi harus memiliki sumber daya manusia di bidang informasi teknologi (IT) serta mampu me-review UMKM atau startup apa saja yang bisa melego sahamnya ke publik.
Perancang aturan ini, kata Lutfhy, cukup beralasan sebab berbagai kalangan telah lama menyerukan soal perlunya pengawasan terhadap lembaga keuangan mikro (LKM) ke dalam lingkup OJK.
Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menilai, posisi LKM dalam pemberdayaan UMKM sangat strategis mengingat banyaknya usaha mikro yang belum terjangkau perbankan.
Akan tetapi, menurut Ikhsan, lewat mekanisme crowdfunding, perlu ada skema lebih detail untuk menjamin uang yang diinvestasikan masyarakat dan terlindungi dari risiko fraud.
Misalnya, kata dia, apakah uang yang diinvestasikan masyarakat bisa terjamin keamanannya dan kembali dalam bentuk return, baik berupa imbal hasil (yield) atau selisih nilai investasi atau capital gain/los.
“Jadi yang OJK keluarkan ini harus jelas. Harus ada garansi terhadap uang itu gimana? Jangan sampai dia sudah punya rise fund banyak, dia [UMKM] lari. Tantangannya kayak bursa saham saja, tapi dalam skala mikro,” kata Ikhsan kepada reporter Tirto, Senin (22/10/2018).
Selain itu, Andi juga melihat masyarakat kurang percaya dengan koperasi-koperasi keuangan dan cenderung memilih Perseroan Terbuka (PT) atau perbankan yang telah dijamin pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sementara untuk bergabung dengan LPS, kata Andi, uang yang harus dikeluarkan koperasi mencapai Rp2 miliar. Syarat tersebut membuat pelaku koperasi sulit untuk bergabung dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Oleh karena itu, Andi menilai, yang akan banyak ambil bagian dalam equitiy crowdfunding adalah perusahaan-perusahaan fintech. “Karena, koperasi keuangan ini kan kecil, biasanya memang dari anggota untuk anggota, dan biasanya kan calon anggota ada proses seleksi,” kata dia menambahkan.